loading...
"Pertama, cawapres Jokowi tentu harus menaikkan elektabilitas dirinya untuk mengunci kemenangan. Dalam konteks ini, siapa pun bisa dipilih Jokowi untuk mengamankan kemenangan," ujar Adi kepada Okezone, Minggu (1/4/2018).
Ia melanjutkan, kriteria kedua, aspek stabilitas politik nasional. Di titik ini, menurutnya, perlu racikan cawapres dari kalangan Islam, non-Jawa, maupun militer.
"Karena Jokowi sendiri dari Pulau Jawa, nasionalis, dan sipil. Problemnya, cawapres yang memenuhi unsur keseimbangan ini sangat sulit didapat," ucapnya.
Ia menjelaskan, ada cawapres Jokowi yang hanya menonjol faktor Islamnya seperti Ketua Umum PPP Romahurmuziy dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Namun, elektabilitas keduanya dari berbagai hasil lembaga survei tidaklah besar.
Ia memaparkan, ada juga yang mencolok aspek militernya, namun elektabilitas seadanya seperti Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo atau Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Ada juga yang dari luar Pulau Jawa dan Islam seperti Tuan Guru Bajang (TGB). Namun, elektabilitasnya rendah," pungkasnya.
Sementara itu, sebelumnya diberitakan, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, partai berlambang kepala banteng itu akan mengumumkan cawapres Jokowi di Pilpres 2019 usai gelaran Pilkada Serentak 2018.
Belakangan ini muncul sejumlah nama yang digadang-gadang akan mendampingi Jokowi di periode keduanya. Mulai dari Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, hingga Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
"Saya kira sudah sangat jelas apapun kami sependapat bahwa Jokowi yang dicalonkan sebagai presiden. Momentum pengumumannya setelah Pilkada serentak dilakukan," ujar Hasto, beberapa waktu lalu. okezone.com
loading...
Comments
Post a Comment