loading...

Video NAWACITA JOKOWI

NASDEM Deklarasi JOKOWI Presiden 2019-2024

Pesan Jokowi Untuk Relawan Projo Hadapi Tahun Politik

Dunia Akui Kinerja AHOK

PRESIDEN JOKOWI Jadi Imam Shalat PRESIDEN AFGHANISTAN

Video TUHAN TIDAK TIDUR Untuk AHOK

loading...

Wujudkan Cita-cita Jokowi, Masjid Bermenara Tertinggi di Indonesia Dibangun

loading...

Pemerintah Kota Solo membangun Masjid Taman Sriwedari yang diklaim memiliki menara tertinggi di Indonesia, yaitu 114 meter.

Pembangunan masjid yang berada di lokasi eks Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari itu sebagai bagian mewujudkan mimpi Presiden Jokowi saat menjabat sebagai Wali Kota Solo.

"Pembangunan masjid di pinggir jalan protokol ini merupakan tuntutan warga sejak Pak Jokowi jadi wali kota. Pasalnya, di pinggir jalan protokol Slamet Riyadi tidak ada masjid. Pembangunan ini juga cita-citanya Pak Jokowi," ujar Ketua Panitia Pembangunan Masjid Taman Sriwedari Kota Solo, Achmad Purnomo, di sela peletakan batu pertama di Sriwedari, Solo, Senin (5/2/2018) siang.

Purnomo mengatakan, Presiden Jokowi juga membantu pembangunan masjid yang total menelan anggaran Rp 161,5 miliar itu. Terlebih lagi, pembangunan masjid itu merupakan salah satu ide orang nomor satu RI itu saat menjabat sebagai Wali Kota Solo.

"Tentunya beliau membantu. Pasalnya, pembangunan masjid ini idenya Pak Jokowi yang disampaikan kepada Habib Novel," ungkap Purnomo.

Purnomo menjelaskan, dana pembangunan masjid itu bersumber dari CSR, BUMN, dan pihak lain. Hingga kini, total dana yang terkumpul sebesar Rp 160 miliar.

Menurut Purnomo, sebelumnya anggaran pembangunan masjid yang dibangun selama dua tahun itu sebesar Rp 151 miliar. Anggaran itu membengkak menjadi Rp 162,5 lantaran ada perubahan ketinggian fisik menara masjid dari 99 meter menjadi 114 meter.

Untuk desainnya, Purnomo mengatakan, masjid yang berdiri di atas tanah seluas 17.000-an meter persegi itu nantinya menggunakan arsitektur Jawa dengan ukiran gaya mataraman.

Khusus bangunannya, terdiri dari lantai atas seluas 2.065 meter persegi dan lantai bawah seluas 2.165 meter persegi.

"Kalau sudah jadi nanti bisa menampung 7.000-an jemaah dan nantinya bisa menjadi destinasi wisata baru di Solo. Lewat menara, orang bisa menikmati pemandangan Kota Solo," ungkap Purnomo.

Purnomo yang juga menjabat Wakil Wali Kota Solo mengatakan, dari lima menara yang dibangun, salah satunya memiliki ketinggian 114 meter. Ketinggian menara itu sesuai jumlah surat dalam Al Quran, yaitu 114 surat.

Bagi Purnomo, pembangunan Masjid Taman Sriwedari tidak mengurangi sejarah Sriwedari yang dulunya menjadi taman rakyat. Apalagi sebelum membangun, tim sudah melakukan perbandingan ke Masjid Demak, Kudus, Lasem, Pekan Baru, dan Rokan.

Izin pembangunan masjid

Sementara itu, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengaku sudah memberi tahu pembangunan masjid itu ke Jakarta.

"Kalau Presiden untuk membangun masjid pasti menyetujui. Saya tidak memiliki kepentingan lain, kecuali menyelesaikan apa yang pernah dibicarakan dengan Habib Novel pernah omong dengan wali kota yang saat ini menjadi presiden," jelas Rudy.

Untuk itu, bila masjid sudah selesai, Rudy mengatakan akan meminta Presiden Jokowi meresmikannya.

Kendati demikian, ia tidak mau menarik ke belakang. Pasalnya, masyarakat ingin memiliki masjid di pinggir jalan protokol sehingga mempermudah musafir beribadah.

Terkait penolakan pembangunan masjid oleh sekelompok orang, Rudy menyatakan, Pemkot dan panitia sudah bertemu dengan sekelompok orang yang menolak pembangunan masjid di lahan eks THR Sriwedari.

"Pemkot dan panitia sudah menjelaskan terkait status lahan tersebut," ungkap Rudy.

Rudy mengungkapkan, legalitas tanah eks THR Sriwedari menjadi hak pakai pemerintah terbukti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Padahal, untuk mendapatkan IMB harus menyertakan sertifikat hak pakai untuk tanah milik pemerintah dan hak milik untuk tanah milik perorangan.

Menyoal status hak milik tanah yang dipersoalkan sebagai lokasi pembangunan masjid, Rudy mengatakan, pemerintah hanya memiliki hak pakai. Sementara masyarakat memiliki hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak milik.

"Kalau baca UU agraria, tidak perlu ada opini seperti itu," ucap Rudy.

Rudy menuturkan, hak guna bangunan lahan itu habis pada tahun 1980 dan tidak diperpanjang. Selanjutnya, dua tahun kemudian disertifikatkan Pemkot Solo. Setelah itu, Pemkot Solo diminta untuk mengganti bangunan dengan ganti rugi sebesar Rp 79 juta.

"Setelah itu pemerintah menyertifikatkan agar tidak terjadi tanah negara bebas," kata Rudy. kompas.com

loading...

Comments