Fakta Mengejutkan Jaringan Saracen, Ada Nama CapresFakta MENGEJUTKAN Jaringan SARACEN, Ada Nama Capres,Purnawirawan Jendral,Hingga Pengacara FPIPurnawirawan Jendral,Hingga Pengacara FPI
loading...
Badan Reserse dan Kriminal Polri berhasil membongkar jaringan Saracen, sindikat yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial.
Sindikat inilah yang selalu membuat resah di kalangan masyarakat karena info disebarkannya sebagian besar bohong (hoax) serta berpotensi besar memicu pertikaian karena bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan).
Dalam menjalankan aksinya, anggota sindikat menerima bayaran dari peng-order, namun hingga kini belum terungkap siapa saja pengguna jasa Saracen.
Guna mengetahui lebih dalam soal jaringan Saracen, berikut 8 fakta yang terkait.
1. Berawal dari penangkapan RK
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan, terbongkarnya jaringan Saracen berawal dari penangkapan seseorang berinisial RK pada tahun 2016.
Selanjutnya, polisi menangkap pelaku berinisial RY pada Februari 2017.
Pada Juli 2017, polisi kembali menaangkap pelaku penyebar konten SARA yang berinisial Muhammad Faizal Tonong, dan seorang ibu rumah tangga berinisial Sri Rahayuyang juga menyebar konten SARA.
Dari beberapa penangkapan itu, polisi menemukan keterkaitan di antara keempatnya.
Setelah melakukan penelusuran lebih lanjut, polisi akhirnya menemukan sejumlah bukti bahwa keeempatnya bergerak dalam satu jaringan.
2. Hasil kerja patroli siber Bareskrim Polri
Setyo mengatakan, penangkapan pelaku yang terlibat dalam jaringan Saracen merupakan hasil kerja patroli siber.
Tim patroli siber berada di bawah Direktorat Tindak Pidana Siber, Bareskrim Polri.
3. Peran para tersangka
Dalam membongkar jaringan Saracen, polisi menangkap tiga orang yang diduga sebagai otak, yakni Jasriadi (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau; Sri Rahayu (32) yang ditangkap di Cianjur, Jawa Barat; serta Muhammad Faizal Tonong (43) yang ditangkap di Koja, Jakarta Utara.
Muhammad Faizal Tonong bertanggung jawab mengelola media dan informasi situs Saracennews.com, SRN bertanggung jawan sebagai koordinator grup wilayah, sedangkan Jasriadi bertanggung jawab memulihkan akun media sosial anggotanya yang diblokir.
Guna menyebar hoax dan ujaran kebencian, mereka membuat grup pada Facebook atau di media sosial lainnya serta membuat banyak akun hingga terhitung mencapai 800 ribu.
"Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya dan telah melakukan aksinya sejak bulan November 2015. JAS (Jasriadi) berperan sebagai Ketua Kelompok Saracen, MFT (Muhammad Faizal Tonong) sebagai ketua bidang informasi dan SRN (Sri Rahayu) sebagai Koordinator Wilayah," ujar Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo.
Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong merekrut para anggotanya melalui daya tarik berbagai unggahan yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.
Saracen pun dengan mudah menggiring opini masyarakat sesuai keinginannya.
Mereka pandai mengikuti isu nasional maupun daerah.
Di samping itu, Jasriadi juga memiliki kewenangan serta kemampuan untuk mengambil alih akun para pengikutnya yang dianggap melawan atau tidak sependapat lagi dengan tujuannya.
4. Barang bukti
Dari tersangka Jasriadi, polisi mengamankan barang bukti 50 kartu sim berbagai operator, 5 hardisk CPU dan1 harddisk komputer jinjing, 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 kartu memori.
Sedangkan dari dua tersangka lain, Sri Rahayu dan Muhammad Faizal Tonong, disita antara lain ponsel, kartu memori, flash disk, komputer jinjing, dan harddisk.
5. Tarif fantastis
Setiap kali mengunggah konten bernada ujaran kebencian ke media sosial, Saracen mendapat imbalan.
Dijelaskan Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, Saracen mematok tarif tertentu pada para pelanggannya.
Tarif tersbeut pun disesuaikan dengan dengan beban kerja ujaran kebencian yang diciptakan.
Polisi pun menemukan proposal yang isinya berupa rincian harga untuk membuat web berisi ujaran kebencian.
"Di sana bunyi proposal untuk pembuat web, dia patok harga 15 juta rupiah," ujar Awi.
Adapun, untuk membuat buzzer sekitar 15 orang, biayanya mencapai Rp 45 juta.
Ketuanya mematok tarif Rp 10 juta.
Jika ditotal dengan biaya lain-lain mencapai Rp 72 juta.
"Yang terakhir ada cost untuk wartawan. Ini kan baru data-data yang ditemukan dari yang bersangkutan," kata Awi.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.
Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi.
6. Simpatisan Prabowo
Dikutip dari Dw.com, Jasriadi mengaku melancarkan kampanye hitam untuk mendukung Prabowo Subianto dalam Pemilu Kepresidenan tahun 2014.
Dalam sebuah wawancara ekslusif dengan Tempo, dia mengatakan bisnis fitnah Saracen dimulai setelah pemilu kepresidenan 2014.
"Dulu saat pilpres 2014 banyak akun Facebook yang menghina Islam dan Pak Prabowo", ujarnya. "Saya membajak akun yang sudah kelewatan menyerang Islam dan Pak Prabowo. Kan banyak grup diskusi seperti itu, nanti saya akan alih. Lalu saya ganti namanya menjadi Allah Maha Besar atau Saracen."
Jasriadi dibekuk aparat kepolisian bersama dua tersangka lain, yakni Faizal Muhammad Tonong yang merupakan ketua bidang media informasi dan Sri Rahayu Ningsih yang mengkoordinasikan grup Saracen di berbagai wilayah.
Meski begitu Jasriadi memastikan dirinya tidak terlibat langsung dalam tim sukses pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa.
7. Purnawirawan jenderal
Terkait tokoh intelektual dan penyandang dan Saracen, Jasriadi mengaku tidak mengenal dua sosok yang tercatat sebagai anggota Dewan Penasehat, yakni pengacara Front Pembela Indonesia Eggi Sudjana dan bekas perwira TNI, Mayjend Ampi Tanudjiwa.
"Tidak pernah, saya lupa siapa yang mengusulkan nama mereka masuk. Pokoknya ada yang minta nama mereka masuk. Jadi masuk. Tapi tidak pernah kita bertemu," imbuhnya lagi.
Eggi kini melaporkan Jasriadi ke kepolisian karena dugaan pencemaran nama baik. Mantan kuasa hukum agen haji bermasalah First Travel itu juga menggugat Dedy Mawari, Ketua Bidang Hukum DPN Seknas Jokowi dan Ulin Yusron, jurnalis yang memuat foto Prabowo bergaya Hitler di Twitter dan Suny Tanuwidjaja atas tulisannya di sebuah situs berita.
Dikutip dari BBC Indonesia, Ampi berencana melaporkan Jasriadi kepada polisi karena namanya "dicatut" dan dimasukkan dalam struktur pengurus kelompok.
Ampi menyatakan kaget namanya masuk daftar kepengurusan Saracen dan mengaku tak memiliki media sosial alias gagap teknologi dan tak memiliki kepentingan untuk menjelekkan pemerintah atau pejabat tertentu.
Kepolisian membongkar sindikat Saracen yang diduga aktif menyebarkan berita bohong bernuansa SARA di media sosial berdasarkan pesanan dan menangkap tiga pemimpinnya.
"Saya akan laporkan dan tuntut dengan pasal 310 dan 311 KUHP. Juga akan saya perdatakan. Mudah-mudahan kalau konsep saya sudah selesai, besok saya ke Mabes Polri," kata Ampi kepada BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (28/8/2017).
"Saya tidak punya kapasitas untuk mengkritik atau bersebrangan dengan pemerintah. Kepentingan saya apa," ujarnya melalui sambungan telepon.
Tudingan yang beredar di media massa, Ampi menggunakan jasa Saracen untuk memuluskan langkahnya memenangkan pemilihan gubernur Banten melalui jalur independen, April lalu.
Ampi membantah kabar tersebut. Ia mengklaim deklarasi dirinya sebagai calon gubernur independen sebatas untuk meramaikan pilkada. "Setelah ramai, ada lima orang yang ditetapkan menjadi calon gubernur, lalu saya mundur," kata Ampi.
Nama Ampi tak ada dalam daftar lima peserta pilkada Banten yang ditetapkan KPU setempat.
Lebih dari itu, Ampi menilai kedekatannya dengan Kivlan Zein dan Adityawarman Thaha bukan dalam rangka menyebarkan kebencian tentang pemerintah. Sikapnya terkait dua purnawirawan dari TNI AD itu, menurutnya hanya sebagai bentuk dukungan moral sesama mantan tentara.
Kivlan dan Adityawarman merupakan tersangka kasus dugaan makar. Mereka ditangkap kepolisian awal Desember 2016, beberapa jam sebelum aksi bertajuk 212 (dua Desember 2016 digelar di Jakarta.
"Dia sahabat dan senior saya yang membina saya waktu di Akabri dulu. Baju hijau kan jiwa korsa. Saya tidak suka kalau polisi menangkap baju hijau seperti PKI. Pak Kivlan bangun tidur, di depan pintunya sudah banyak polisi," ucap Ampi.
8. 6 tahun penjara
Akibat perbuatannya, para tersangka akan dikenakan pasal 45A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan atau pasal 45 ayat 3 juncto pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
tribunnews.com
loading...
Comments
Post a Comment