loading...
Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, menilai penyelidik akan kesulitan membuktikan unsur "dengan sengaja" dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dituduhkan kepada Ahok. Seseorang disebut sengaja jika bertindak sesuatu dengan kesadaran dan niat. "Ini sangat sulit mengukurnya, apakah ini direncanakan atau tak disadari," kata Julius kepada Koran Tempo, Ahad lalu.
Pasal 156a dalam KUHP sering dipakai dalam kasus penghinaan terhadap agama. Pasal itu berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;Namun, tak memudah untuk menyerat Ahok ke meje hijau. Ini sejumlah alasannya.
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
1. Pasal Penghinaan Agama Tak Bisa Dipakai
Menurut Mahmud Mulyadi, pakar hukum pidana dari Universitas Sumatra Utara, pasal 156a dalam KUHP tidak bisa digunakan dalam kasus Ahok. Pasal itu, kata dia, menunjuk pada perbuatan orang di muka umum yang mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan atau penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."Artinya kalau kita lihat bahwa pasal 156a itu bahwa perbuatan itu dimaksudkan supaya orang tidak menganut agama apa pun atau tidak menganut suatu aliran apa pun, agama apa pun yang resmi di Indonesia," kata Mahmud kepada BBC. "Jadi kalau ini seandainya ditarik kepada kasus Ahok saya pikir tidak bisa digunakan pasal ini. Tidak kena dia...karena Ahok tidak ada maksud untuk orang itu berpindah agama," tambahnya.
2. Penistaan Agama Bukan Kasus Sepele
Bekas Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Machasin, mengatakan kepada Koran Tempo bahwa penistaan agama bukan kasus sepele. dia menilai penyelidik akan kesulitan membuktikan Ahok memiliki niat jahat (mens rea). "Sedangkan kalau dipikir, Ahok sedang perlu suara dalam rangka pilkada, mana mungkin dia sengaja menghina atau menyakiti umat muslim?" ujar guru besar pemikiran Islam dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta itu. Ia justru khawatir pengusutan kasus ini rentan diintervensi kepentingan politik.3. Fakta Kasus-kasus Sebelumnya
Memang, dalam kasus-kasus penistaan agama sebelumnya, pelakunya bisa dipidana karena mengomentari langsung hal-hal pada agama tersebeut. Contohnya, kasus Rusgiani pada 2008. Rusgiani menyebut canang atau tempat sesaji yang terletak di depan rumah seorang warga Badung, Bali, sebagai najis. Dia kemudian dihukum 14 bulan penjara.4. Tidak Mengulang
Selain itu, pasal 156a tercantum dalam KUHP lewat Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Undang-undang yang diteken Presiden Sukarno ini mengamanatkan pidana penghinaan agama bisa dikenakan jika pelaku mengulang perbuatannya dan melanggar peringatan pemerintah yang dituangkan lebih dulu dalam bentuk surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri. Jadi, harus ada unsur pengulangan, barulah pelakunya bisa dipidana.5. Aliran Sesat
Tapi, undang-undang yang diteken Sukarno itu juga agak tak pas dalam kasus Ahok, karena sebenarnya ia lebih mengatur soal ajaran agama yang dianggap menyimpang atau sesat. Hendarman Supandji, saat menjadi Jaksa Agung, menjelaskan Pasal 156a baru bisa efektif setelah ada pembahasan forum Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat dan Keagamaan (Pakem). Prosedurnya, forum yang terdiri dari Departemen Agama, Kejaksaan, Kepolisian, BIN serta tokoh masyarakat ini menetapkan suatu aliran dinyatakan sesat. Setelah dinyatakan sesat, baru kemudian dilarang.6. Perkara Kata "Pakai"
Menurut Julius Ibrani, dalam pidatonya Ahok menyebutkan "karena dibohongi pakai surat Al-Maidah 51". Julius menggarisbawahi kata "pakai", yang menunjukkan Ahok tak bermaksud mengatakan Surat Al-Maidah berbohong. "Beda jika Ahok bilang jangan mau dibohongi Al-Maidah," kata Julius.Kata "pakai" itu hilang saat Buni Yani mengedit rekaman video pidato Ahok, sehingga ucapan Ahok diartikan sebagai tindakan penghinaan terhadap Al-Quran. Buni pula yang mengunggah video itu ke Youtube hingga jadi heboh seperti sekarang.
Apakah Ahok Akan Bebas?
Lantas, apakah dengan demikian Ahok akan bebas? Belum tentu juga. Analisa di atas barulah berdasarkan pasal-pasal yang kemungkinan dikenakan terhadap Ahok. Polisi bisa saja memakai pasl-pasal lain. Polisi juga belum menunjukkan bukti yang mereka miliki dalam kasus ini. Bisa jadi bukti itu nanti malah dapat menjerat Ahok.Kita hanya bisa menunggu dan berharap polisi dan jaksa bekerja secara profesional. Hukum harus ditegakkan dan tanpa campur tangan politik siapa pun, termasuk Jokowi. Bila politik campur tangan bisa dibayangkan bahwa keadaan akan makin kacau.
Tempo.co
loading...
Comments
Post a Comment